Kepala UPT SPF Layang Bertingkat Diduga Abaikan Aturan Perjual Belikan Seragam Batik dimasa PPBD.
MAKASSAR SULAWESI SELATAN GERBANG INDONESIA TIMUR NEWS.COM — — Kepala UPT SPF Layang Bertingkat Bontoala Diduga Abaikan Aturan, Terlibat Penjualan Seragam Berkedok Konveksi
Satuan Pendidikan Formal (SPF) Layang Bertingkat Bontoala tengah menjadi sorotan publik. Kepala UPT tersebut diduga kuat telah mengabaikan aturan yang berlaku dengan terlibat dalam praktik penjualan seragam sekolah kepada siswa, dengan menggunakan alibi adanya kerja sama dengan pihak konveksi.
Informasi yang dihimpun Menyebutkan bahwa praktik penjualan seragam ini disinyalir telah berlangsung dan menimbulkan keresahan di kalangan orang tua siswa. Dalam banyak kasus, sekolah atau oknum di dalamnya sering dilarang keras untuk melakukan penjualan beli seragam secara langsung, apalagi jika praktik tersebut bersifat memaksa atau mengikat siswa untuk membeli dari satu sumber
Kepala UPT SPF Layang Bertingkat Bontoala ini memang tidak mengindahkan aturan yang ada tentang larangan sekolah menjual belikan seragam.
Modus operandinya, mereka menggunakan alibi telah bekerja sama dengan konveksi tertentu, padahal ujung-ujungnya ini jadi keuntungan pribadi atau kelompok, ujar salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.
Praktik semacam ini, jika terbukti benar, jelas melanggar berbagai peraturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Dinas Pendidikan Provinsi/Kota. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, serta berbagai surat edaran terkait, secara tegas melarang sekolah untuk memfasilitasi atau menjual seragam yang dapat memberatkan orang tua siswa.
Tujuan regulasi ini adalah untuk mencegah praktik pungutan pembohong dan memberikan kebebasan kepada orang tua untuk memilih tempat pembelian seragam.
Dampak dari dugaan pelanggaran ini sangat dirasakan oleh orang tua, terutama di tengah kondisi ekonomi yang menuntut efisiensi biaya. Pembelian seragam yang “diarahankan” dari pihak sekolah, apalagi dengan harga yang mungkin lebih tinggi dari pasaran, tentu menambah beban finansial yang seharusnya bisa dipilih untuk kebutuhan pendidikan lainnya.

Masyarakat dan pegiat pendidikan mendesak agar Dinas Pendidikan Kota Makassar dan Inspektorat segera turun tangan untuk melakukan penyelidikan menyeluruh terkait dugaan ini. Jika terbukti ada pelanggaran, sanksi tegas harus diberikan kepada Kepala UPT SPF Layang Bertingkat Bontoala, mulai dari teguran hingga tindakan administratif yang lebih serius, guna menegakkan integritas dunia pendidikan dan memastikan bahwa aturan dipatuhi oleh semua pihak.
Kasus ini menjadi mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap praktik-praktik di lingkungan sekolah agar tidak ada celah bagi oknum untuk melakukan pengajaran resmi dan mencari keuntungan pribadi dari kebutuhan dasar pendidikan siswa.
Aturan yang melarang sekolah menjual atribut dan seragam sekolah diatur dalam beberapa peraturan, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) Nomor 50 Tahun 2022. PP Nomor 17 Tahun 2010, pasal 181 dan 198, melarang pendidik, tenaga kependidikan, serta Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menjual seragam atau bahan seragam. Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022, pasal 12, menegaskan bahwa pengadaan seragam adalah tanggung jawab orang tua/wali murid, dan sekolah tidak boleh mewajibkan pembelian seragam baru setiap tahun jika seragam lama masih layak pakai.
Larangan penjualan seragam, kata Dwi, sudah jelas diatur dalam Pasal 181 dan Pasal 198 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Intinya, pendidik dan tenaga kependidikan dilarang untuk menjual seragam ataupun bahan seragam.
Demikian juga dewan pendidikan dan komite sekolah atau madrasah.
Kemudian dalam Pasal 12 ayat (1) Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menyebutkan, pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua murid.
Bahkan, ucap Dwi, dalam Pasal 13 Permendikbud 50 Tahun 2022 menyebutkan: Dalam pengadaan pakaian seragam sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan atau memberikan pembebanan kepada orang tua atau wali peserta didik untuk membeli pakaian seragam sekolah baru pada setiap kenaikan kelas dan atau penerimaan peserta didik baru.
Laporan dipublish tim : redaksi
