Kasus pengeroyokan di Gowa Hanya di tuntut 6 bulan, keluarga Korban kecewa ” Kami Butuh Keadilan, Ada Apa JPU..?
GOWA SULAWESI SELATAN GERBANG INDONESIA TIMUR NEWS.COM —— Dewan Pimpinan Nasional Federasi Advokat Muda Indonesia (FAMI) melalui advokat senior Sulkipani Thamrin menyatakan sikap tegas dalam mendampingi korban penganiayaan, Nuradi, yang menjadi korban pemukulan di Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa.
Kasus ini menyita perhatian publik setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut terdakwa dengan hukuman 6 bulan penjara atau pidana percobaan, meski korban mengalami luka serius berupa pipi bengkak serta siku berdarah.
Dalam perkara nomor 184/Pid.B/2025/PN Sungguminasa, dua terdakwa, yakni Loba Dg. Rani dan anaknya Muh. Syahrul Dg. Buang bin Loba, awalnya dijerat pasal berlapis: Pasal 170 ayat (2) KUHP, Pasal 351 ayat (1) KUHP, dan jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Namun, saat tuntutan dibacakan, JPU hanya menggunakan Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1), sehingga pasal yang lebih berat justru hilang.
Hal ini menimbulkan dugaan adanya ketidaktransparanan. Adv. Sulkipani menilai sikap JPU sangat merugikan korban dan berpotensi mencederai rasa keadilan.
“Kami menduga ada ketidakseriusan JPU dalam menuntut perkara ini. Pasal yang sejak awal jelas-jelas disangkakan tiba-tiba hilang, padahal korban mengalami luka nyata dan serius. Ini bukan sekadar luka ringan. Kejadian seperti ini bisa membuat masyarakat kecil semakin tidak percaya pada hukum,” tegas Sulkipani di Gowa, Senin (29/9/2025).
Atas dugaan penyimpangan tersebut, FAMI melalui Adv. Sulkipani resmi melaporkan JPU ke Jaksa Pengawasan Kejaksaan Agung RI dan juga ke Komisi Kejaksaan RI.
“Kami tidak hanya mendampingi korban, tapi juga memastikan bahwa aparat penegak hukum tidak menyalahgunakan kewenangannya. Laporan ini adalah bentuk koreksi agar institusi kejaksaan tetap bersih dan dipercaya rakyat,” ujarnya.
Adv. Sulkipani menegaskan, FAMI hadir bukan sekadar memberikan bantuan hukum, tetapi juga memperjuangkan suara masyarakat kecil yang seringkali tidak didengar.
“FAMI tidak akan pernah membiarkan rakyat kecil menjadi korban ketidakadilan. Kami akan kawal kasus ini sampai ke tingkat yang paling tinggi, bahkan hingga Presiden sekalipun mendengar langsung jeritan korban,” tutur Sulkipani.
Ia menambahkan, hukum tidak boleh tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Semua warga negara, baik rakyat kecil maupun pejabat, harus mendapatkan perlakuan hukum yang sama.
Selain melaporkan JPU ke pusat, Adv. Sulkipani juga mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk segera melakukan evaluasi internal atas penanganan kasus ini.
“Jika memang benar ada pasal yang dihilangkan, maka ini adalah preseden buruk bagi dunia peradilan. Kami juga akan bersurat kepada Mahkamah Agung agar pengawasan terhadap hakim dan jaksa diperketat,” tegasnya.
Keluarga korban sendiri menyambut baik dukungan hukum dari FAMI. Mereka berharap suara kecil mereka kini bisa lebih didengar oleh institusi hukum.
“Kami tidak punya apa-apa. Kami hanya ingin keadilan. Dengan adanya bantuan dari FAMI, kami merasa tidak sendirian lagi,” ucap Syukur Jafar, paman korban.
Kasus ini menjadi sorotan bukan hanya karena luka yang dialami korban, tetapi juga karena adanya dugaan pasal yang “hilang” dalam proses penuntutan. Adv. Sulkipani Thamrin memastikan akan terus mengawal kasus ini sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan profesional seorang advokat.
“Hukum adalah pelindung bagi semua, bukan alat untuk melemahkan rakyat kecil. Jika hukum tidak ditegakkan dengan adil, maka negara ini sedang dalam bahaya,” pungkasnya.
Bersambung…