Revitalisasi SMAN 09 Takalar Disorot, BARAK Temukan Material Tak Sesuai SNI
TAKALAR SULAWESI SELATAN GERBANG INDONESIA TIMUR NEWS.COM —— Barisan Aktivis Mahasiswa Pergerakan (BARAK) resmi melayangkan laporan pengaduan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan terkait dugaan pelanggaran dalam proyek revitalisasi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 09 Takalar, Senin (29/09).
Proyek yang berlokasi di Jl. Poros Pabrik Gula Takalar, Desa Pa’rappunganta, Kecamatan Polongbangkeng Utara itu diduga tidak dikerjakan sesuai standar teknis konstruksi.
Dalam laporan yang disampaikan, BARAK menyoroti adanya indikasi penggunaan material berkualitas rendah. Temuan tersebut meliputi batu bata bermutu rendah, besi hollow berukuran tipis hanya 0,25 mm, pengecoran beton yang tidak padat, hingga penggunaan kusen kayu dengan serat muda yang dikhawatirkan tidak tahan lama. Kondisi ini dinilai berpotensi menurunkan kualitas bangunan, mengurangi daya tahan, bahkan membahayakan keselamatan siswa dan guru.
BARAK menegaskan bahwa penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi merupakan pelanggaran serius. Regulasi yang dilanggar antara lain UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 16 Tahun 2021 tentang pelaksanaan UU Bangunan Gedung, serta aturan teknis Kementerian PUPR dan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengatur mutu dan kelayakan material konstruksi.
Melalui laporan ini, BARAK meminta Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk menyelidiki proyek revitalisasi SMAN 09 Takalar secara menyeluruh. Mereka mendesak agar pihak penyedia jasa, pengawas, maupun instansi terkait diperiksa, dan apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum, segera diberikan sanksi tegas demi mencegah kerugian negara dan masyarakat.
“Laporan ini merupakan bentuk kepedulian kami terhadap kualitas pendidikan di Sulawesi Selatan. Sarana dan prasarana sekolah harus dibangun dengan standar yang layak agar tidak membahayakan siswa dan guru di masa depan,” tegas BARAK dalam laporannya. Mereka berharap Kejati Sulsel segera menindaklanjuti laporan tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Hasil temuan di lapangan juga menunjukkan adanya perbedaan kualitas material antarjenjang sekolah. Pada proyek SMA dan SMK digunakan besi berdiameter 13 mm dengan ulir penuh berstandar SNI yang lebih kuat, sementara pada pembangunan ruang kelas baru di sejumlah SD justru dipasang besi berdiameter 12 mm polos tanpa ulir. Salah satu contohnya terlihat di SDI 20 Tana-Tana, Kelurahan Canrego, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, yang hanya menggunakan besi 12 polos.
Perbedaan mutu material ini makin kontras jika dibandingkan dengan besaran anggaran yang diterima. Beberapa sekolah memperoleh alokasi dana lebih dari Rp 1 miliar, sedangkan yang lain lebih kecil, meski sama-sama bersumber dari program Revitalisasi Satuan Pendidikan di bawah Direktorat Sekolah Dasar, Ditjen PAUD Dasmen, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Adapun dugaan pelanggaran yang bisa disorot BARAK antara lain:
1. Pelanggaran standar teknis konstruksi. Penggunaan besi 12 mm polos pada proyek SD tidak sesuai dengan standar SNI untuk bangunan ruang kelas baru. Material utama seperti besi tulangan seharusnya memenuhi standar minimal demi kekuatan dan keselamatan bangunan.
2. Pelanggaran prinsip kesetaraan anggaran. Walau bersumber dari program yang sama, terdapat perbedaan kualitas material yang digunakan antar sekolah. Hal ini berpotensi melanggar asas keadilan dan pemerataan dalam penggunaan dana APBN/APBD.
3. Pelanggaran tata kelola proyek pemerintah (good governance). Dugaan kelalaian dalam pengawasan hingga penyimpangan pada pelaksanaan proyek dapat masuk kategori maladministrasi atau bahkan indikasi penyalahgunaan anggaran, mengingat mutu bangunan tidak sesuai dengan dana yang dialokasikan.
4. Potensi pelanggaran hukum konstruksi dan pengadaan barang/jasa. Tidak dipatuhinya aturan seperti Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2016 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum, UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, serta Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bisa menjadi indikasi adanya pengurangan spesifikasi material demi keuntungan tertentu.
Laporan dipublish : Red