Ironi Rangkap Jabatan: Dari Panggung DPD ke Koperasi Merah Putih, Menjadi Sorotan Publik,
GALESONG SULAWESI SELATAN GERBANG INDONESIA TIMUR NEWS.COM —— Ironi Rangkap Jabatan: Dari Panggung DPD ke Koperasi Merah Putih, menjadi Sorotan Publik,” Di tengah rendahnya dinamika politik dan ekonomi nasional, sebuah fenomena yang jarang menarik perhatian publik,” Dewan Pengawas Desa (DPD) Merangkap Dua Jabatan Menjadi Ketua Koperasi Merah Putih
kedua, abatan tersebut memegang posisi strategis, baik di ranah pemerintahan maupun di ranah kelembagaan non-pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan.
Kini mulai menjadi sorotan adalah seorang sosok yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Desa (DPD) sekaligus mengemban amanat sebagai Ketua Koperasi Merah Putih.
Ironi ini terbentang nyata. Di satu sisi, posisi Ketua DPD menempatkan individu tersebut di garda terdepan representasi daerah, dengan memperjuangkan aspirasi masyarakat, mengawasi pemerintahan, dan berperan dalam pembentukan undang-undang.

Tanggung jawabnya adalah publik, transparan, dan di bawah pengawasan ketat konstituen serta masyarakat luas.
Namun, di sisi lain, menjadi Ketua Koperasi Merah Putih membuka dimensi lain dari aktivitasnya.
Koperasi, dalam konteks apapun, memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan anggotanya. Koperasi Merah Putih, dengan nama yang sarat makna, tentu diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan, memberdayakan anggotanya, dan berkontribusi pada kemaslahatan yang lebih luas.
Namun, ranah operasional koperasi, meskipun berkaitan dengan prinsip ekonomi, seringkali memiliki mekanisme internal yang lebih tertutup dibandingkan lembaga negara.
Di sinilah letak ironinya yang menggugah rasa penasaran dan kekhawatiran masyarakat.

Bagaimana seorang Ketua DPD, yang energinya seharusnya tercurah penuh untuk tugas kenegaraan yang kompleks, dapat secara optimal mendedikasikan waktu dan pikirannya untuk memimpin sebuah entitas koperasi?
Apakah ada potensi konflik kepentingan yang tersembunyi di balik dua peran yang sangat berbeda ini?
Masyarakat desa Tamalate dan seluruh perangkap, wajar bertanya-tanya, sejauh mana independensi dan objektivitas Ketua DPD dalam mengambil keputusan di lembaga legislatif, apakah keputusan tersebut berpotensi mempengaruhi,
Mempengaruhi apapun, operasional atau keberlangsungan Koperasi Merah Putih? dan Sebaliknya, apakah sumber daya, jaringan, atau bahkan pengaruh yang dimiliki sebagai Ketua DPD juga dimanfaatkan untuk kepentingan koperasi, yang mungkin saja di luar batas kewajaran atau prinsip fair play ?
Sorotan publik ini bukan sekedar basa-basi. Ini adalah refleksi dari kebutuhan akan akuntabilitas dan transparansi yang semakin tinggi di era demokrasi,
Masyarakat ingin memastikan bahwa setiap amanah yang diemban, baik di ranah publik maupun privat, dijalankan dengan integritas penuh,

Kini, Koperasi Merah Putih, yang seharusnya menjadi simbol kemandirian dan keberdayaan ekonomi, justru terbingkai dalam bayang-bayang pertanyaan seputar rangkap jabatan ketuanya.
Pertanyaan ini bukanlah tuduhan, melainkan undangan untuk klarifikasi. Bagaimana sinergi atau potensi benturan antara kedua peran ini dapat dinavigasi secara etis dan profesional?
Publik menantikan jawaban yang tidak hanya memuaskan rasa ingin tahu, tetapi juga meyakinkan bahwa kepemimpinan ganda ini tidak akan mengikis kepercayaan,
melainkan justru mampu memberikan kontribusi positif bagi kedua ranah yang dipimpinnya. Ironi ini adalah pengingat bahwa kekuasaan dan tanggung jawab, bahkan ketika terbungkus dalam niat baik, harus selalu dijalankan dengan ekstra hati-hati dan kesadaran penuh akan dampaknya.
Laporan dipublish redaksi : ARYA

